Powered By Blogger
  • TENTANG BKAM
  • Minggu, 14 September 2014

    ASAL USUL NAMA DESA KULUREJO

    EYANG KULUR

    Pada suatu hari tepatnya tidak tahu namun mendapat keterangan dari orang tua bernama Sadikem umur ± 92 tahun (sekarang almarhumah). Beliau memberi keterangan bahwa :

    Katanya ada seorang ningrat datang dengan enaknya/santai berjalan kaki, lalu orang yang berjalan kaki itu menghampiri sebuah rumah kecil di Kulur, dan disambut dengan hangatnya oleh Ki Kulur, namun istirahatnya tidak begitu lama hanya saja ia mengamat-amati keadaan Kulur, lalu ia berkata Kulur ini besok akan menjadi daerah yang rejo toto. Maka orang Keraton itu memberi sebutan Kulurejo. Lalu Ki Kulur itupun juga sepakat apabila Kulur itu dijuluki Kulurejo. 

    Tempo hari Ki Kulur bertemu dengan Wali Songo, entah wali siapa tidak tahu, para Wali itu akan membendung sungai kecil yang membujur ke utara dari arah Kulur ke daerah Semin. Sungai itu akan dialihkan arusnya dari Dusun Tempursari yang sekarang ke arah barat daya tembus wilayah Bulurejo, tepatnya dusun kecil yaitu, Dusun Duren. Namun Eyang Kulur mengingatkannya, sungai itu jangan dialihkan arusnya, nanti anak cucu saya apa yang akan dimakan kalau tidak ada sungainya atau aliran airnya? Namun terjadi argumentasi suara/debat suara. Setelah debat suara tidak ada yang mengalah diantaranya terjadi pecah belah. Dan adeg sayembara siapa yang menang tetap menang, siapa kalah harus merasa kalah.

    Pada saat itu juga terjadi adu kekuatan di sebuah kedung Sungai Sambeng yang cukup dalam. Namun apa yang terjadi wali itu ternyata kalah kuat dan wali itu diangkat dan dimasukkan ke kedung itu beberapa kali sampai megap-megap. Dan wali itu mengaku kalah. Kekalahannya itu yang akhirnya arus sungai tidak jadi dialihkan, tetap pada semula. Tetapi wali itu mengeluarkan kata-kata atau penganta-anta dengan logat Jawa : “ …Kanthi aku mbok lelep-lelepke kedung nganti megap-megap, mula anak putumu besok yen setengah umur akeh-akehe padha megap-megap kaya aku iki. Wis kaya ngono ngomongku…”

    Lain dari pada itu juga, Eyang Kulur pada suatu hari mencari ikan sampai pada Kedung Rong namanya, tepatnya sebelah selatan Dusun Glotho, Bulurejo, Kecamatan Nguntoronadi. Sampai pada kedung itu, eyang Kulur kesengsem saking banyaknya  ikan dia masuk pada suatu “rong”. Sehingga mencapai waktu di dalam rong itu ± 40 hari lamanya. Di dalam rong itu Eyang Kulur berjalan terus kemana arahnya tidak tahu, berjarak 2km dari arah kedung tadi hanya mengikuti kehendak hatinya. Namun pada keesokan harinya sudah mencapai 40 hari sampai pada suatu tempat yaitu wilayah Beji, Kecamatan Nguntoronadi tepatnya sebelah tenggara Dusun Gubugan, dia tahu ada cahaya matahari, lalu terus dia ikuti arah cahaya itu, ternyata Eyang Kulur dapat keluar dari rong itu.

    Sesampainya pada cahaya tadi ternyata Eyang Kulur bisa keluar dari rong itu. Lalu, dia melihat kanan kiri, depan belakang, ternyata disitu ada Ayam Alas. Dan Eyang Kulur mengamati bekas apa itu? Ternyata cahaya matahari tadi akibat bekas Ayam Alas mencari makan dengan menggunakan kakinya. Kalau istilah jawa ayam cakar – cakar , maka lama kelamaan semakin dalam sehingga bisa untuk jalan Eyang keluar rong tadi. 

    Karena adanya Ayam Alas begitu, maka Eyang Kulur mengucapkan wewalu kepada anak cucu Kulur. Beliau berkata : “…Anak Putuku kabeh wae, nganti dun turunke ke pitu, ora keno mangan iwak Ayam Alas! Sopo kang nglanggar keno resikone…”

    Begitulah sekilas pengetahuan kami, kamipun tidak lepas dari penuturan orang di atas kami, tanpa adanya panyengkuyung dari orang lain kami kira tidak bisa apa-apa.(admin

    1 komentar:

    1. Nderek tanglet mas Rigen, Mbah kulur kaliyan Mbah pencil nopo wonten hubunganipun ?

      BalasHapus